Rabu, 18 November 2015

Ketua DPR Mencatut Nama Presiden/Wakil Presiden



Belum jelas kesudahan tudingan melanggar kode etik terhadap Setya Novanto sehubungan pertemuannya dengan capres AS dari Partai Republik, Donald Trump, kini ketua DPR itu diadukan oleh Menteri SEDM Sudirman Said kepada MK DPR karena melakukan tindakan tidak terpuji. Ketua DPR diduga meminta saham 20% kepada PT Free Port untuk memperpanjang izin beroperasi di Indonesia. Saham 20% itu untuk Presiden Jokowi dan Wapres Jusuf Kalla masing-masing 11 dan 9 persen. Menteri Sudirman Said mengadu dengan membawa barang bukti yang diperlukan berupa rekaman percakapan antara Setya Novanto dengan pihak PT Free Port yang membuktikan adanya permintaan saham sebagai imbalan memperpanjang izin operasi PT Free Port.
Yang menarik dalam kasus ini adalah untuk pertama kalnya seorang anggota kabinet mengadukan anggota DPR atas tuduhan melakukan tindakan tidak terpuji.
Setya Novanto sendiri membantah mencatut nama presiden dan wakilnya. Tapi tidak berkomentar tentang permintaan saham 20%. Wakil Ketua DPR, Fadli Zon membela tindakan Stya Novanto berhubungan dangan PT Free Port atas dasar tugas DPR untuk mengawasi pekerjaan pemerintah. Selain itu ia menegaskan anggota DPR berhak bertemu dengan siapa saja untuk menegetahui aspirasi rakyat.
Pertanyaannya, sejauh mana DPR boleh mengawasi pekerjaan pemerintah? Kan cukup dengan mengundang pemerintah dan pihak-pihak terkait ke DPR untuk membahas duduk perkara sebenarnya. Itu juga seyogyanya dilakukan oleh komisi terkait. Apa perlunya Ketua DPR sendiri yang bertemu dengan salah satu pihak (PT Free Port) lantas membuat kesepakatan?

Pengaduan Menteri Sudirman Said kepada MK DPR perlu ditindaklanjuti untuk mengetahui benar tidaknya tindakan seorang pejabat publik. Tuduhan melakukan tindakan tidak terpuji, bukan main-main. Harus dapat dibuktikan secara sah, agar tidak menjadi fitnah. MK DPR harus bersungguh-sungguh menangani masalah ini, jangan sampai mengambang. Kalau memang ada pihak yang keliru dalam tindakannya, harus diluruskan agar tidak terulang lagi di masa mendatang. Tugas legislatif dengan eksekutif harus jelas bedanya, jangan campur aduk. Dan kalau ada unsur pidana di dalamnya, penegak hukum harus bertindak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar