Rabu, 30 Maret 2016

Abu Sayyaf Masih Menyandera 10 WNI



Kelompok Abu Sayyaf Philipina masih menyandera 10 ABK kapal tongkang berisi 7000 ton batubara , menyembunyikannya di kepulauan Sulu, Philipina Selatan. Mereka meminta tebusan 50 ribu peso atau 14,3 milyar rupiah dengan batas waktu sampai 8 April 2016. Jika tidak dipenuhi, mereka akan membunuh para sandera.
Sudah lima hari sejak diketahuinya pembajakan kapal bermuatan batubara tersebut, masih belum pasti langkah yang diambil. Hanya ada dua kemungkinan, memenuhi tuntutan pembajak atau menggempur mereka dalam operasi pembebasan sandera.
Indonesia cenderung melakukan operasi pembebasan secara militer, seperti diungkapkan Menteri Pertahanan Ryamizard Ryakudu  pada Selasa, 29 Maret 2016. Pada hari yang sama, Sekretaris Kabinet Pramono Anung menyatakan, “Pemerintah berupaya menangkap para penyandera yang melakukan tindakan kriminal di wilayah Indonesia.” Sedangkan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo menyatakan, “TNI siap membantu Philipina dalam menangani penyanderaan.”
Tinggal sekarang pemerintah Philipina, apa menempuh jalan berunding dengan para pembajak atau sebaliknya. Kelompok Abu Sayyaf sudah dinyatakan pemerintah Philipina sebagai teroris. Jadi, dari sisi pemerintah Philipina tidak ada kompromi dengan Abu Sayyaf.
Karena yang disandera adalah WNI dan tempat penyanderaan  asal di perairan Indonesia, sebaiknya Philipina melibatkan polisi/tentara Indonesia dalam operasi pembebasan. Indonesia bisa menggunakan pengalamannya ketika membebaskan para sandera di Somalia beberapa tahun lalu.

Operasi pembebasan para WNI yang disandera kelompok Abu Sayyaf Philipina merupakan tantangan bagi kedua negara dalam kerjasama keamanan ASEAN. Prinsipnya: para penyandera ditumpas dan 10 WNI bebas dengan selamat. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar