Hari lahir Pancasila pada 1 Juni 2013 diperingati beragam
dalam arti tidak diselenggarakan secara
terpadu, lazimnya memperingati hari-hari penting nasional lainnya. Misalnya HUT
Kemerdekaan RI, diperingati secara nasional di Jakarta yang upacaranya dipimpin Presiden RI,
daerah-daerah pada saat sama dipimpin para Gubernur, Bupati dan Walikota.
Peringatan hari lahir Pancasila, terkesan inisiatif kelompok tertentu seperti
yang diselenggarakan PDIP di Tugu Proklamasi, Jakarta. Sedangkan Wapres Budiono
memperingatinya di Ende, Flores, NTT, tempat Bung Karno menggali keberadaan
Pancasila itu. Selain Wapres Budiono juga hadir Ketua MPR Taufik Kiemas,
beberapa menteri dan Gubernur NTT. Karena kehadiran pejabat negara, mungkin
yang di Ende ini dapat disebut ‘Peringatan Secara Kenegaraan’.
Ketua Umum PDIP Megawati Sukarnoputri dalam sambutannya menyatakan
sedih karena Pancasila sepertinya kurang dihayati generasi sekarang.
Penyebabnya, karena ada penyimpangan sejarah tentang Pancasila dilakukan oleh
rezim orba. Pendapat ini, hemat kita, sedikit keliru. Tidak ada penyimpangan
Pancasila oleh rezim orba. Zaman itu Pancasila malah dipromosikan secara
besar-besaran di pusat dan daerah. Penataran P4 diselenggarakan di
mana-mana untuk seluruh lapisan
masyarakat. Justru supaya Pancasila itu dipahami, dihayati dan diamalkan dalam
kehidupan sehari-hari. Jika kemudian Pancasila itu belum terasa dalam kehidupan masyarakat,
inilah yang perlu dipelajari sebabnya.
Pertanyaannya, pada masa pemerintahan siapa sebetulnya
Pancasila itu sudah terlaksana dalam kehidupan masyarakat? Ambil misalnya sila
keempat yang berbunyi, ‘Kerakyatan yang dipimpin hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan
perwakilan’. Maknanya Indonesia adalah negara bersifat kerakyatan . Jadi,
kedaulatan ada di tangan rakyat. Melalui perwakilannya di lembaga legislatif,
rakyat menentukan kehidupan berbangsa
dan bernegara. Kelompok mayoritas di parlemen tidak boleh memaksakan
kehendaknya. Pendapat-pendapat yang baik kelompok minoritas harus
dipertimbangkan. Contoh soal sudah diperlihatkan para pemimpin bangsa ini
ketika merumuskan “Piagam Jakarta”. Tujuh kata yang berbunyi, ‘Kewajiban
melaksanakan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya’, dihapus. Hanya dua orang
dari Panitia Sembilan yang tidak menyetujui pencantuman ketujuh kata itu.
Kelompok mayoritas (7 orang), mengalah demi persatuan bangsa yang sedang
mempersiapkan kemerdekaannya. Bandingkan dengan sekarang. Voting sering
dilakukan di Parlemen karena tidak diperoleh kesepakatan melalui musyawarah dan
mufakat. Zaman orla dan orba juga
begitu. Dalam kedua zaman itu pemerintah terlalu kuat sehingga Parlemen tinggal
setuju saja.
Bahwa di zaman orba Hari Lahir Pancasila 1 Juni tidak
diperingati dan diganti dengan Hari Kesaktian Pancasila 1 Oktober, benar
adanya. Inilah yang harus dikoreksi dan ditegaskan lagi melalui Kepres yang
baru.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar