Rabu, 12 Juni 2013

Mempertanyakan Konsep Empat Pilar Kebangsaan


 

Adalah Rahmawati Sukarnoputri yang mempertanyakan konsep ‘Empat Pilar Kebangsaan’, disosialisasikan alm. Taufik Kiemas. Ia berpendapat penggunaan kata ‘Empat Pilar Kebangsaan’ itu tidak tepat, juga rentan penyimpangan APBN melalui MPR. Sayang Rahmawati  tidak merinci pendapatnya itu. Apa yang dimaksudnya tidak tepat dan apa sebetulnya yang lebih tepat. Kalau bukan MPR, siapa yang harus mensosialisasikan keempat komponen kehidupan berbangsa dan bernegara itu.

Dari segi bahasa, memang ada kerancuan. Kalau tidak salah,’ pilar’ berarti ‘tonggak’. Jadi empat pilar berarti empat tonggak penyangga, yaitu: Pancasila, UUD 45, NKRI dan Bhineka Tunggal Ika. Masalahnya, bukankah penggali Pancasila sendiri, Bung Karno yang menyatakan bahwa Pancasila itu adalah ‘dasar’ negara? Bagaikan sebuah bangunan, masa ‘dasar’ bisa menjadi ‘tonggak’?

Kita yakin bahwa alm. Taufik Kiemas bermaksud baik dengan pemikirannya itu. Apalagi dalam mensosialisasikannya didukung pula oleh akademisi sekelas Profesor Azumardi. Sebaliknya pertanyaan dari Rahmawati tentu baik pula dalam upaya mendudukkan masalah secara proporsional. Ia ingin menempatkan Pancasila seperti halnya yang dikehendaki penggalinya sendiri, Bung Karno.

Profesor Yusril Ihza Mahendra menilai  ‘Empat Pilar Kebangsaan’ adalah pemahaman politik, bukan akademik. Ia menyebut USDEK (UUD 45, Sosialisme Indonesia, Demokrasi Terpimpin, Ekonomi Terpimpin dan Kepribadian Indonesia) merupakan contoh pemahaman politik, bukan akademik. Bagaimana pun bagi masyarakat awam, cukup membingungkan. Tidak perduli apa istilah itu pemahaman politik atau akademik. Yang jelas dari dulu Pancasila itu dikenal sebagai dasar negara.

Pancasila itu sudah disosialisasikan oleh rezim orba dengan membentuk lembaga BP7 yang menggodok Pancasila menjadi butir-butir agar mudah dipahami masyarakat. Sejak zaman reformasi, kegiatan mempelajari Pancasila itu hilang begitu saja. Tidak jelas apa sebabnya. Ada yang berpendapat bahwa Pancasila sudah dimanipulasi oleh rezim orba. Padahal dalam mensosialisasikan Pancasila itu (melalui penataran-penataran), selain biaya besar, juga melibatkan tokoh-tokoh sekelas Ruslan Abdul Gani dan Sarwo Edhie sebagai Ketua BP7. Tokoh-tokoh itu tentu tidak diragukan lagi kesetiaannya kepada Pancasila

Sebagai masyarakat awam yang tidak paham masalah ketatanegaraan, kita hanya berharap agar keberatan Rahmawati itu tidak dianggap sepi. Mereka yang pakar Hukum Tatanegara perlu berunding mencari benang merah antara Pancasila yang disosialisasikan oleh orba dengan ‘Empat Pilar Kebangsaan’nya alm. Taufik Kiemas.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar