Sabtu, 07 September 2013

Pesawat Kepresidenan Dijual



 Presiden Malawi, Joice Banda menjual  pesawat kepresidenan untuk membeli jagung di pasar lokal dan tanaman kacang-kacangan. Pesawat yang dibeli presiden sebelumnya, Bingu wa Mutharika seharga 22 juta dolar itu laku dijual 15 juta dolar. Sejak menggantikan kedudukan Mutharika yang meninggal tahun lalu, Presiden Banda memutuskan menjual pesawat kepresidenan dan bepergian ke luar negeri dengan pesawat komersial.
Mendiang Presiden Mutharika menyebut pesawat kepresidenan itu sebagai lambang kemajuan negara. Sebaliknya Presiden Banda yang saat pembelian pesawat itu menjabat Wapres berpendapat, biaya perawatan pesawat telah menyita anggaran. Sebagai seorang perempuan yang biasanya mendahulukan perasaan, ternyata Presiden Banda telah mampu berfikir sehat, tahu diri dan tidak mengutamakan gengsi. Ia mengutamakan rakyat miskin ketimbang bermegah-megah dengan pesawat kepresidenan. Presiden Banda sadar betul keadaan rakyatnya yang belum sejahtera. Menurut laporan pakar pangan, 10% dari 13 juta penduduk negara yang terletak di selatan Afrika itu menghadapi ancaman kekurangan pangan  tahun ini. Pemanfaatan dana hasil penjualan pesawat kepresidenan hanyalah salah satu langkah pemerintah untuk mengatasi masalah tersebut.
Tindakan penghematan yang dilakukan Presiden Malawi patut dicontoh negara-negara berkembang lainnya. Pemimpin harus peka atas penderitaan rakyat. Hanya 1,3 juta rakyat miskin yang terancam kekurangan pangan, pemerintah Malawi sudah risau. Bandingkan dengan Indonesia yang penduduk miskinnya 30 juta jiwa, harusnya lebih risau lagi. Para pemimpin Indonesia harus menunjukkan cara-cara hidup bersahaja sebagai tanda simpati kepada rakyat miskin yang bertebaran di seluruh negeri. Harta kekayaan mereka yang milyaran rupiah itu sebaiknya digunakan secara sukarela untuk keperluan membantu rakyat miskin. Presiden Malawi misalnya, selain menjual pesawat kepresidenan juga merelakan gajinya dipotong 30% untuk keperluan membantu rakyat miskin. Ia juga memerintahkan penjualan 35 mobil dinas menteri merek Mercedes Benz tentunya untuk ditukar dengan yang lebih murah harganya.
Berfikir realistis, sesuai keadaan dan bertindak sesuai keadaan itu, perlu dihayati oleh pemimpin-pemimpin Indonesia sekarang ini. Perasaan Indonesia adalah yang ‘ter’ seperti zaman orla dulu, sudah harus ditinggalkan. Tidak perlu mengaku-ngaku yang terbaik perkembangan ekonominya di dunia, sementara ribuan TKW membanjiri negara-negara lain untuk mendapatkan upah yang lebih baik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar