Jumat, 18 November 2016

Ahok Jadi Tersangka



Gubernur Nonaktif DKI Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, Rabu16 November 2016 dinyatakan tersangka kasus penistaan agama, merupakan kesimpulan dari gelar perkara yang diselenggarakan Bareskrim Polri sehari sebelumnya. Keputusan menjadikan Ahok tersangka itu tidak bulat karena baik team penyelidik Polri maupun para saksi ahli memiliki dua pendapat yang saling berbeda. Tapi mayoritas berpendapat bahwa kasus Ahok memang memiliki unsur pidana. Gelar perkara yang diselenggarakan terbuka terbatas itu memenuhi perintah Presiden Jokowi agar kasus Ahok dilakukan secara terbuka.  Semua pihak diminta untuk menghormati hasil gelar perkara, menunggu proses pengadilan yang akan dilalui Ahok nanti. Ada desas-desus bahwa unjuk rasa lebih besar akan sigelar lagi jika hasil gelar perkara tidak memuaskan. Kapolri menyatakan tidak perlu ada lagi unjuk rasa. Hal sama juga diserukan oleh Ketua PB NU Said Agil.
Masalahnya, jika masih juga terjadi unjuk rasa setelah nanti pengadilan memutuskan vonis yang mungkin dinilai tidak sesuai dengan keinginan pengunjuk rasa, tentu pihak keamanan harus siaga untuk bertindak tegas. Sebab pada malam 4 November 2016, sekelompok pengunjuk rasa yang tidak membubarkan diri, di depan gedung DPR-MPR, melalui koordinator lapangannya menyatakan: jika kasus Ahok tidak selesai dalam tiga minggu, akan terjadi revolusi! Ini tentunya harus diwaspadai oleh polisi, dicari tahu kelompok mana yang berada di depan gedung DPR-MPR dan harus ditanya apa yang dimaksud dengan revolusi. Kata ‘revolusi’ punya keterikatan dengan politik, sedangkan kasus Ahok adalah murni kasus hukum. Ummat Islam jangan sampai terpancing dengan hal-hal yang dapat menggoncang keberadaan NKRI.

Dalam pada itu, kasus Ahok harus menjadi peringatan juga bagi para pejabat publik lainnya untuk berhati-hati bicara agar tidak menimbulkan kericuhan di dalam masyarakat. Pepatah lama, ‘mulutmu harimaumu’ sekarang sedang dialami oleh Ahok.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar