Jumat, 17 Agustus 2012

Raja Dangdut Dipanggil Panwaslu


Raja Dangdut, Rhoma Irama, dipanggil Panwaslu DKI Jakarta sehubungan ceramahnya di Mesjid  Al Isra, Duren Sawit yang dinilai bermuatan SARA. Ia dinilai berkampanye untuk pasangan  Cagub/Cawagub tertentu dan menyudutkan lawannya. Tidak jelas bagaimana persisnya isi ceramah Rhoma itu sehingga menimbulkan penilaian bahwa ia berkampanye untuk pasangan Cagub/Cawagub tertentu. Kepada wartawan usai diperiksa Panwaslu, Rhoma mengatakan ia hanya menjelaskan sebuah ayat Al Qur’an ikhwal memilih pemimpin agar jangan memilih yang non Islam. Ayat ini benar adanya dan tidak ada masalah jika diungkapkan dalam kegiatan dakwah Islam. Hanya saja mengingat suasana menjelang pemilukada DKI putaran kedua bulan September mendatang, Panwaslu DKI mengaitkannya dengan upaya mempengaruhi massa untuk tidak memilih pasangan tertentu. Pasangan tertentu dimaksud adalah Jokowi yang cawagubnya , Ahok, bukan seorang Islam.
Dalam bahasa tutur orang Indonesia memang ada yang tersirat di samping yang tersurat. Ketika Bung Karno mengatakan bahwa ‘ada orang’ yang menganggap revolusi Indonesia sudah selesai. Masyarakat dengan mudah menerka bahwa yang dimaksud adalah  Bung Hatta. Kedua pemimpin itu memang berbeda dalam memahami revolusi. Ingat pula ketika Jaksa Agung Abdurrahman tersinggung dan meninggalkan ruang sidang di DPR. Itu disebabkan ucapan pimpinan sidang yang mengatakan bahwa ‘Jaksa Agung bagaikan Ustad di kampung maling’.
Boleh jadi benar penjelasan Rhoma agar ummat Islam tidak memilih pemimpin yang non Islam ada kaitannya dengan pemilukada DKI, namun itu merupakan sesuatu yang tersirat. Panwaslu tidak dapat mempersoalkan sesuatu yang tersirat. Apalagi Rhoma mengucapkan itu dalam ceramah di dalam mesjid, bukan dalam kegiatan kampanye dan bukan pula sebagai jurkam pasangan tertentu.
Dapat dipahami jika dua partai Islam, PPP dan PKB bereaksi keras atas tindakan Panwaslu DKI memanggil Rhoma.Ketua DPP PPP Muhammad Arwani Thomafi mengecam Panwaslu DKI yang dinilainya melakukan upaya kriminalisasi terhadap muballigh. Peristiwa itu mengingatkan publik saat era Orba yang menjadikan negara sebagai lembaga sensor terhadap setiap materi ceramah agama yang akan disampaikan kepada publik. Sedangkan PKB, melalui Sekjennya Imam Nahrowi mengingatkan Panwaslu DKI agar berhati-hati dalam menangani kasus tudingan itu. Apa yang dilakukan Rhoma adalah menyampaikan nasehat tentang kepemimpinan dengan mengutip ayat Al Qur’an, tidak disangsikan lagi kebenarannya.
Kesimpulannya, Panwaslu DKI seharusnya bekerja sesuai juklak yang ada yaitu menindak peserta pemilukada yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan yang ada. Bukan memeriksa muballigh yang berceramah di mesjid dalam mengisi kegiatan bulan Ramadhan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar