Sabtu, 18 Agustus 2012

Suriah Makin Terkucil


Pergolakan di Suriah yang sudah berlangsung 17 bulan, masih belum diketahui  kesudahannya sementara korban tewas telah mencapai 20.000 orang. Pemerintahan Presiden Basar al-Assad terus bertahan dan menggempur pusat-pusat kekuatan kaum pemberontak. Upaya menurunkan Presiden Basar Al Assad ternyata tidak mudah seperti terjadi di Tunisia dan Mesir. Sekalipun kaum oposisi yang meningkatkan perjuangan dari mengerahkan unjuk rasa besar-besaran sampai berkembang menjadi pemberontakan bersenjata, belum mampu mematahkan kekuatan pemerintah. Kaum pemberontak yang semula berhasil menguasai Aleppo, terpaksa mundur akibat gempuran artileri  bertubi-tubi oleh pasukan pemerintah. Aleppo dinilai sangat strategis, sehingga kaum pemberontak bertekad untuk merebutnya kembali.
PBB sudah berusaha mengatasi keadaan di Suriah yang merugikan rakyat banyak. Bersama Liga Arab, PBB mengutus mantan Sekjen PBB, Kofi Annan untuk menengahi pertikaian antara pemerintah dan pemberontak Suriah. Misi  Kofi Annan itu gagal  dikarenakan kurang dukungan internasional. Tidak jelas pula apa yang dimaksud Kofi Annan sebagai kurang dukungan internasional itu.Kalau yang dimaksud adalah tekanan internasional terhadap Suriah, sebetulnya sedang terus berlangsung. Perkembangan terbaru, Organisasi Kerjasama Islam –OKI-  membekukan keanggotaan Suriah dalam organisasi tersebut. OKI juga menyerukan  rezim Basar Al-Assad  untuk menghentikan tindakan kekerasan  dalam mengatasi gejolak di Suriah. OKI juga meminta PBB bertindak menghentikan pertumpahan darah di Suriah. Masalahnya, PBB tidak mungkin lagi mengeluarkan resolusi model yang diterapkan di Libya. Sebab setiap resolusi yang berujung menjatuhkan pemerintahan yang syah secara paksa akan diveto oleh Rusia dan Cina. Cukup rezim Moammer Khadafi yang ditumbangkan paksa oleh Amerika Serikat dan kawan-kawannya dengan menyalahgunakan Resolusi PBB No. 1973. Entahlah kalau Amerika Serikat kembali mengulangi tindakannya seperti yang dilakukan terhadap Afghanistan dan Irak masing-masing tahun 2001 dan 2003 tanpa mandat PBB.
Satu-satunya jalan adalah melanjutkan mengirimkan utusan PBB, menggantikan misi Kofi Annan yang gagal itu. Mantan Menteri Luar Negeri Aljazair Brahimi disebut-sebut sebagai calon kuat menggantikan Kofi Annan sebagai utusan PBB dan Liga Arab untuk Suriah. Ia pernah membantu mengakhiri perang sipil di Libanon pada 1980an sebagai utusan Liga Arab.Dan yang paling penting adalah kesadaran pihak-pihak bertikai untuk menghentikan kekerasan yang semakin menambah jumlah korban jiwa dan kesengsaraan rakyat Suriah. Selain itu penganti Kofi Annan harus pula mampu membujuk pihak-pihak bertikai agar berunding mencari penyelesaian yang adil.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar