Awal tahun 2014 ada berita yang mengejutkan umat Islam yaitu
kegiatan sekelompok masyarakat yang menyediakan do’a dengan imbalan 1000
rupiah. Para peminat akan dido’akan oleh seorang ustadz kelompok tersebut di
Mekah, sesuai dengan keinginan. Tidak jelas sudah berapa banyak peminat
do’a mengirimkan uang yang konon untuk
menolong kaum du’afa. Yang jelas kegiatan tersebut mendapat reaksi keras
Menteri Agama Suryadarma Ali sebagai hal yang tidak dapat dibenarkan.
Komersialisasi do’a sebenarnya bukan hal baru, caranya saja
yang berbeda. Perhatikan saja, sampai sekarang di pemakaman Islam ada
sekelompok orang yang menawarkan peziarah untuk membaca do’a. Mereka tidak
menentukan imbalan atas do’a yang mereka panjatkan. Selesai berdo’a, peziarah
tentu akan merogoh kantong sebagai sedekah untuk para pembaca do’a itu.
Sepintas lalu, kegiatan tersebut syah-syah saja. Sekelompok orang menawarkan
jasa membaca do’a bagi peziarah yang tidak tahu cara berdo’a di makam. Sebagai
tanda terima kasih, peziarah memberi sedekah. Kalau ada lima orang yang berdo’a,
masing-masing dibayar 5 ribu rupiah, jumlah sedekah menjadi 50 ribu rupiah. Di
mana salahnya? Salahnya adalah dari niat para pembaca do’a. Mereka bukan
semata-mata menolong peziarah yang tidak bisa berdo’a, melainkan mengharap
imbalan uang. Karena dilakukan setiap hari, jadilah kegiatan itu sebagai mata
pencaharian.
Dalam pelbagai kegiatan yang berjudul ‘syukuran’, biasanya
ada seorang ustadz yang diminta membaca do’a. Untuk pembaca do’a penyelenggara
syukuran juga menyediakan honor, sama seperti pembawa acara dan petugas-petugas
lainnya.
Untuk melenyapkan praktek-praktek komersialisasi do’a,
diperlukan kesadaran para pelaksana do’a baik yang bergelar ustadz maupun yang
bukan. Honor yang diberikan oleh pihak penyelenggara dapat ditolak dengan
halus, tanpa menyinggung perasaan. Sedangkan yang di pemakaman, perlu
meningkatkan kesadaran para peziarah, cukup berdo’a sendiri dalam bahasa
Indonesia karena Allah SWT mengerti semua bahasa. Lama-lama para pembaca do’a
yang siap di pemakaman akan kehilangan peminat dan mengalihkan kegiatan mereka
seperti mengajar mengaji.
Adapun do’a pesanan dengan membayar 1000 rupiah, sendirinya
akan hilang kalau umat Islam menyadari bahwa berdo’a dapat dilakukan sendiri
dan tidak perlu di Mekah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar