Tahun baru datang lagi. Masyarakat dunia kembali sibuk
mengadakan pelbagai kegiatan untuk menyambut tahun baru. Di Ibukota Jakarta
misalnya, panggung-panggung hiburan disediakan di berbagai tempat.
Trompet-trompet sudah mulai ditiup, walaupun resminya tengah malam pukul 00.00.
saat pergantian tahun. Masyarakat tumpah ruah meninggalkan rumah masing-masing
menuju tempat-tempat diselenggarakannya acara menyambut tahun baru..
Ringkasnya, malam tahun baru disambut dengan sukacita. Apalagi kali ini
Gubernur DKI Jokowi berduet dengan Rhoma Irama, berdangdut ria.
Sebegitu jauh tidak ada yang tahu mengapa tahun baru
disambut dengan meriah yang tentu menggunakan biaya tidak sedikit. Disambut
atau tidak, tahun baru datang juga. Gembira atau tidak, tahun baru tetap
datang. Dulu, tahun baru hanya dirayakan secara terbatas, oleh kalangan
tertentu di tempat-tempat tertentu pula. Tahun 70an Gubernur DKI Ali Sadikin
memberi kesempatan kepada masyarakat umum ikut bergembira dengan mendirikan pangung-panggung
hiburan di sepanjang jalan Thamrin. Gagasan Ali Sadikin itulah yang diteruskan
sampai sekarang.
Ciri utama menyambut kehadiran tahun baru adalah dengan
meniup terompet, bukan berdangdut ria. Dan meniup terompet itu sebetulnya
adalah pelaksanaan ibadah masyarakat Yahudi. Dalam kitab Taurat disebutkan,
“Katakanlah kepada orang Israel dalam bulan ke 7 pada tanggal 1 bulan itu,
haruslah kamu mengadakan hari perhentian penuh yang diperingati dengan meniup
sangkakala, yakni hari pertemuan kudus.” Karena itulah ada ulama mengharamkan
perayaan tahun baru dengan alas an mengikuti ibadah non Muslim. Arab Saudi
bahkan mengeluarkan fatwa resmi yang mengharamkan perayaan tahun baru. Syekh
Yusuf al Qaradhawi dari Mesir juga berpendapat yang sama. Bagi yang mengharamkan
perayaan tahun baru, selain kitab Taurat juga berpegang pada hadis Nabi
Muhammad SAW yang berbunyi, “Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka ia
termasuk dalam golongan kaum itu.” (Riwayat Imam Ahmad)
Bagaimana Indonesia? Sebagai negara berpenduduk Islam
terbesar di dunia perlu pula menentukan sikap. MUI perlu mengeluarkan
fatwa agar ke depan, orang Islam tidak
usah ikut-ikutan merayakan tahun baru Masehi. Dana milyaran rupiah yang
dihamburkan di malam tahun baru dapat digunakan untuk membantu fakir miskin
yang jumlahnya puluhan juta jiwa itu dan memperbaiki infrastruktur yang rusak
untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar