Jumat, 10 Januari 2014

Mempertanyakan Soekarnoisme


 

Pro dan kontra pencalonan Joko Widodo sebagai Capres PDIP memunculkan pendapat seorang politikus PDIP di DPR bahwa Gubernur DKI itu masih hijau soal idiologi partai. Tindakan Jokowi, tak bertumpu pada idiologi Marhaenis-Sukarnois yang selama ini dianut PDIP.

Kita tidak mempersoalkan benar tidaknya penilaian terhadap Jokowi itu. Yang menarik adalah, ternyata selama ini PDIP menganut idiologi Marhaenis-Sukarnois. Sejak kapan? Inilah yang belum banyak diketahui masyarakat. Sebab, riwayat kelahiran PDI adalah ‘konsensus’ antara pemerintah orba dengan tokoh-tokoh politik waktu itu untuk memasukkan partai-partai beraliran nasional tambah partai-partai non Islam ke dalam wadah diberi nama Partai Demokrasi Indonesia. Di luar itu ada Partai Persatuan Pembangunan dan Golkar. Kata ‘perjuaangan’ di belakang nama PDI muncul sejak Mbak Mega menjadi Ketua Umum partai tersebut. Tapi rasa-rasanya tidak ada penjelasan bahwa PDIP menganut idiologi Marhaenis-Sukarnois.

Tidak ada yang buruk dari pemikiran Bung Karno yang berpihak kepada rakyat kecil itu. Tapi dalam perjalanan waktu tindakan-tindakan beliau kurang pas dengan UUD 1945. Demokrasi Terpimpin telah memunculkan praktek ketatanegaraan yang ganjil. Masa Ketua MPRS Chairul Saleh merangkap sebagai Waperdam. Sedangkan kedudukan perdana menteri sendiri tidak diatur dalam UUD 45. Begitu juga Ekonomi Terpimpin yang telah membawa Indonesia terpuruk sehingga angka inflasi begitu tinggi. Politik Nasakom telah memberi angin kepada PKI untuk ‘menohok kawan seiring’ berupa pemberontakan G30S/PKI pada 1965. Kesejahteraan rakyat, jangan disebut lagi. Antri beras dan minyak tanah menjadi pemandangan sehari-hari yang justru dialami kaum’marhaen’ atau rakyat kecil. Pantaslah kalau para mahasiswa/pelajar yang tergabung dalam KAMI/KAPPI melakukan unjuk rasa dengan tiga tuntutan: turunkan harga, bubarkan PKI dan bubarkan kabinet 100 menteri. Ujung-ujungnya, para mahasiswa/pelajar menuntut agar Presiden Sukarno diturunkan secara konstitusional. Itulah yang terjadi. MPRS Menyelenggarakan Sidang Umum Istimewa yang memutuskan pengalihan kekuasaan dari Presiden Sukarno kepada Mayjen Suharto.

Dus, kalau PDIP memang menganut idiologi Marhaenis-Sukarnois harus jelas yang mana dari pemikiran Bapak Bangsa itu yang hendak diterapkan. Apa pemikiran beliau ketika sebelum menjadi Presiden RI atau setelahnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar