Pro dan kontra pencalonan Joko Widodo sebagai Capres PDIP
memunculkan pendapat seorang politikus PDIP di DPR bahwa Gubernur DKI itu masih
hijau soal idiologi partai. Tindakan Jokowi, tak bertumpu pada idiologi Marhaenis-Sukarnois
yang selama ini dianut PDIP.
Kita tidak mempersoalkan benar tidaknya penilaian terhadap
Jokowi itu. Yang menarik adalah, ternyata selama ini PDIP menganut idiologi
Marhaenis-Sukarnois. Sejak kapan? Inilah yang belum banyak diketahui masyarakat.
Sebab, riwayat kelahiran PDI adalah ‘konsensus’ antara pemerintah orba dengan
tokoh-tokoh politik waktu itu untuk memasukkan partai-partai beraliran nasional
tambah partai-partai non Islam ke dalam wadah diberi nama Partai Demokrasi
Indonesia. Di luar itu ada Partai Persatuan Pembangunan dan Golkar. Kata
‘perjuaangan’ di belakang nama PDI muncul sejak Mbak Mega menjadi Ketua Umum
partai tersebut. Tapi rasa-rasanya tidak ada penjelasan bahwa PDIP menganut
idiologi Marhaenis-Sukarnois.
Tidak ada yang buruk dari pemikiran Bung Karno yang berpihak
kepada rakyat kecil itu. Tapi dalam perjalanan waktu tindakan-tindakan beliau
kurang pas dengan UUD 1945. Demokrasi Terpimpin telah memunculkan praktek
ketatanegaraan yang ganjil. Masa Ketua MPRS Chairul Saleh merangkap sebagai
Waperdam. Sedangkan kedudukan perdana menteri sendiri tidak diatur dalam UUD
45. Begitu juga Ekonomi Terpimpin yang telah membawa Indonesia terpuruk
sehingga angka inflasi begitu tinggi. Politik Nasakom telah memberi angin
kepada PKI untuk ‘menohok kawan seiring’ berupa pemberontakan G30S/PKI pada
1965. Kesejahteraan rakyat, jangan disebut lagi. Antri beras dan minyak tanah
menjadi pemandangan sehari-hari yang justru dialami kaum’marhaen’ atau rakyat
kecil. Pantaslah kalau para mahasiswa/pelajar yang tergabung dalam KAMI/KAPPI
melakukan unjuk rasa dengan tiga tuntutan: turunkan harga, bubarkan PKI dan
bubarkan kabinet 100 menteri. Ujung-ujungnya, para mahasiswa/pelajar menuntut
agar Presiden Sukarno diturunkan secara konstitusional. Itulah yang terjadi.
MPRS Menyelenggarakan Sidang Umum Istimewa yang memutuskan pengalihan kekuasaan
dari Presiden Sukarno kepada Mayjen Suharto.
Dus, kalau PDIP memang menganut idiologi Marhaenis-Sukarnois
harus jelas yang mana dari pemikiran Bapak Bangsa itu yang hendak diterapkan.
Apa pemikiran beliau ketika sebelum menjadi Presiden RI atau setelahnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar