Senin, 16 Juni 2014

Debat Capres Putaran Dua



Debat Capres putaran dua, tanpa disertai Cawapres, berlangsung Minggu malam 15 Juni 2014 di Jakarta, mengusung thema ‘Pembangunan Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial’. Dipandu Guru Besar Universitas Brawijaya, Malang, Ahmad Erani Yustika, kedua Capres tampak berusaha meyakinkan  penonton/hadirin bahwa mereka sungguh-sungguh ingin meningkatkan kesejahteraan rakyat  melalui pembangunan ekonomi. Jokowi lebih menyoroti usaha megubah sistem, memperbaiki kemasan dan memperbanyak pembangunan infrastruktur yang langsung berhubungan dengan kepentingan rakyat kecil. Sedangkan Prabowo bicara soal mengatasi  kebocoran anggaran,  menyetop mengalirya keuntungan kepada pihak asing dan juga bicara soal sikap Indonesia ke depan sehubungan kesepakatan terbentuknya Masyarakat ASEAN tahun depan.
Dalam sesi tanya jawab langsung antara kedua Capres, terjadi perbedaan pandangan namun juga kesepakatan, Soal bantuan 1 milyar rupiah untuk tiap desa menurut Jokowi bukan gagasan asli Prabowo, melainkan bersumber dari UU Desa. Sedangkan menurut Prabowo, UU Desa itu muncul setelah Prabowo menyatakan pentingnya bantuan 1 milyar  untuk tiap desa. Kedua Capres sepakat dalam soal ekonomi kreatif yang dinilai potensial dalam pembangunan ekonomi nasional.
Sama halya ketika debat soal demokrasi, kedua Capres tidak mempersoalkn model ekonomi  Indonesia sekarang ini. Selama ini banyak yang menilai pemerintah menganut ‘ekonomi neo liberal’ sehingga mengakibatkan terjadinya kesenjangan antara ‘pertumbuhan’ dan ‘pemerataan’. Seharusnya hal ini menjadi pokok bahasan, untuk membuktikan bahwa kesenjangan antara ‘pertumbuhan’ dan ‘pemerataan’ terjadi karena menerapkan ‘ekonomi neo liberal’. Kedua Capres juga tidak menjelaskan model ekonomi yang akan dilaksanakan dalam usaha ‘perubahan’ di bidang ekoomi.
Kesimpulannya, kedua Capres hanya akan melakukan perbaikan di sana sini dari apa yang telah dlakukan pemerintah sekarang, bukan ‘merombak’  keseluruhan sistem  yang   sudah ada. Bukan pula mengubah model ‘ekonomi neo liberal’ menjadi ‘ekonomi kerakyatan’.  Apapun juga namanya, yang penting adalah kesejahteraan rakyat harus dapat ditingkatkan melalui pembangunan ekonomi.  Penghasilan masyarakat harus sesuai dengan keperluan hidup sehari-hari. Jangan lagi terjadi, penghasilan satu bulan hanya cukup untuk memenuhi keperluan sepuuh hari.






                                                                                                                                                                              

Tidak ada komentar:

Posting Komentar