Senin, 25 Agustus 2014

Rasialisme Masih Ada Di Amerika Serikat




Baru merupakan dugaan bahwa rasialisme masih ada di Amerika Serikat, sehubungan terjadinya bentrokan antara polisi dengan penduduk kulit hitam di Ferguson, Missouri belum lama ini. Bentrokan dipicu tertembaknya Michael Brown (18 th) oleh polisi kulit putih, Darren Wilson, dengan menghunjamkan 6 butir peluru di tubuh pemuda kulit hitam itu. AS tergoncang dan Presiden Obama menyebutnya sebagai tragedi. Polisi beralasan, Brown ditembak karena ia melawan ketika polisi memintanya menyerahka diri dalam perampokan di sebuah  toko klontong. Menurut polisi sebelum ditembak, Brown menghambur ke arah polisi yang sedang mengepung  dengan menggenggam pisau sambil berteriak ‘bunuh saya sekarang’. Pertayaannya, apa polisi dalam keadaan betul-betul terdesak, tidak ada pilihan lagi selain menembak. Inilah yang perlu diselidiki untuk menentukan apa polisi
bertindak tanpa rasa kebencian dan sudah sesuai prosedur.
Kalau dalam penyelidikan ditemukan bahwa polisi menembak karena ada kesempatan dan tidak sesuai prosedur, barulah dapat dikatakan semangat rasialisme telah mendorong tindakan polisi kulit putih tersebut.
Perlakuan tidak adil terhadap masyarakat kulit hitam, sudah lama tidak terdengar terjadi di AS. Apalagi sejak Obama menjadi presiden kulit hitam pertama AS sejak 6 tahun lalu, orang cenderung berpendapat, semangat rasialisme di negeri Paman Syam itu sudah benar-benar terkubur. Boleh jadi juga masih ada tindakan rasialis di tempat-tempat tertentu, namun tdak kentara. Di Ferguson sendiri misalnya, dari  53 polisi hanya 3 orang berkulit hitam. Padahal, dua pertiga penduduknya berkulit hitam. Banyak yang beranggapan, itu terjadi karena sistem penyaringan calon anggota polisi tidak memungkinkan banyak kulit hitam dapat diterima. Walaupun ada pula pendapat, dasar kulit hitamnya tidak berminat menjadi poisi.
Kerusuhan di Ferguson yang melibatkan penduduk kulit hitam lawan polisi tidaklah separah saat terjadinya pembunuha tehadap Martin Luther King pada 1968, namun tetap saja tamparan bagi pemerintah AS yang berkoar sebagai pendekar demokrasi, pembela HAM. Menyelesaikan kerusuhan di Ferguson dengan menindak tegas pihak bersalah, merupakan pekerjaan tambahan bagi Presiden Obama yang  direpotkan oleh pelbagai kekacauan di luar negerinya.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar