Sabtu, 23 Agustus 2014

Spekulasi Pergeseran Partai-partai Koalisi




Kemungkinan bergesernya partai-partai koalisi pendukung Prabowo-Hatta berbalik menjadi pendukung Jokowi-JK, akhir-akhir ini menjadi pembicaraan hangat pelbagai kalangan. Walaupun, Idrus Maham  dari Koalisi Merah Putih, menegaskan bahwa mereka tetap solid. Penegasan Idrus Maham itu ditanggapi mantan Menteri Kehakiman, Hukum dan HAM, Hamid Awaludin, “Sampai malam ini, ya,” ujarnya usai MK mengumumkan hasil sengketa pilpres 2014. Artinya, perubahan dapat terjadi sesuai kepentingan partai-partai bersangkutan. Diantara partai yang kemungkinan berbalik arah itu adalah Partai Golkar. Ini mengingat tradisi partai tersebut yang selalu duduk dalam pemerintahan. Tinggal lagi waktunya, apa masih dalam kepemimpinan Abu Rizal Bakri, atau setelah ada pemimpin baru.
Jokowi sendiri mengungkapkan kemungkinan dua partai yang berbalik arah yaitu Partai Demokat dan PAN. Baru Partai Demokrat yang membantah akemungkinan tersebut. Seorang petinggi partai tersebut, Max Sopacua menyatakan, Demokrat akan menjadi  penyeimbang di Parlemen.
Bagi Jokowi-JK bertambahnya partai yang berkoalisi dengan mereka akan sangat menguntungkan untuk menutupi kekurangan suara di Parlemen. Dalam keadaan sekarang, kubu Prabowo-Hatta lebih kuat di Parlemen yang bisa mengganggu kelancaran pemerintahan. Walaupun begitu, ada pakar yang berpendapat, tidak usah khawatir jika tidak ada dari Koalisi Merah Putih yang bergabung dengan Jokowi-JK. Sebab tidak otomatis partai-partai penyeimbang di Parlemen menentang semua kebijakan pemerintah. Kalau kebijakan-kebijakan pemerintah selalu rasional dan berpihak kepada rakyat, tentu akan  mendapat dukungan Parlemen, baik koalisi pemerintah maupun penyeimbang.Selain itu para anggota Parlemen selama ini seringkali berfikir secara pribadi tanpa melihat kedudukan partai mereka. Ini  terbukti ketika ada partai koalisi pemerintahan SBY  yang menolak kebijakan  pemerintah.
Dalam pada itu akan terdapat kesulitan jika Jokowi-JK tidak memberi ‘imbalan’ apa-apa bagi partai yang ingin bergabung. Imbalan itu adalah kedudukan di kabinet. Untuk apa bergabung kalau toh tidak ikut berkuasa. Sebab ujung suatu perjuangan politik adalah kekuasaan. Bergabung menjadi koalisi pemerintah berarti ikut memerintah alias menjadi anggota kabinet. Hal ini patut dipertimbangkan, sekalipun Jokowi-JK sudah mengemukakan sejak awal bahwa tidak ada bagi-bagi kursi untuk partai-partai  koalisi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar