Selasa, 02 Juli 2013

Hasil Berjualan Ginjal



Usaha Sugianto, seorang tukang jahit di Kalideres, Jakarta Barat menjajakan ginjalnya beberapa hari di Bundaran HI, ternyata membawa hasil juga. Ia menawarkan ginjalnya seharga 17 juta rupiah untuk menebus dua ijazah anaknya, 7 juta rupiah untuk SMP dan 10 juta rupiah untuk SMA. Menariknya lagi, ijazah-ijazah dimaksud akan segera diperoleh tanpa Sugianto memberikan ginjalnya. Semuanya terjadi berkat kebaikan seorang dermawan yang tersentuh atas kenekatan Sugianto. Dan dermawan itu adalah M. Nuh, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. Setelah memanggil Sugianto ke kantornya dan mendapat penjelasan, Pak Menteri menyatakan akan menebus ijazah-ijazah dimaksud, atas nama anak perempuan Sugianto, Ayu Ardianingtiyas, 19 tahun, santriwati Pesantren Al-Ashriyyah Nurul Iman, Parung, Bogor. Selain menebus ijazah, Menteri Nuh juga menjanjikan beasiswa untuk Ayu melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi.
Pertanyaannya, mengapa biaya untuk menebus ijazah SMP dan SMA begitu besar? Apa tarif tersebut berlaku untuk seluruh santri/santriwati Pesantren Al-Ashriyyah? Pihak Pesantren Al-Ashriyyah menjelaskan, uang sebesar itu adalah denda karena Ayu melanggar aturan. Rupanya Ayu sebelumnya lari dari sekolahnya itu dengan alas an tertekan. Tidak dijelaskan tertekan karena apa. Karena meninggalkan sekolah sebelum waktu yang ditentukan, Ayu dikenakan denda sejumlah uang tersebut. Pihak Pesantren menjelaskan, santri/santriwati yang menyelesaikan pendidikannya tanpa masalah yaitu lulus dan mengabdi dua tahun, semua biaya gratis. Angka 17 juta rupiah adalah biaya pendidikan selama 6 tahun di SMP dan SMA.
Bantuan dari Menteri Nuh utnuk Ayu sangat simpatik. Namun perlu juga diselidiki kebijakan pesantren yang memberlakukan aturan sanksi seperti itu. Apa sudah sesuai dengan UU Pendidikan atau Peraturan yang ditetapkan pemerintah untuk sekolah-sekolah swasta? Kita hanya khawatir jangan-jangan ada lagi biaya tinggi yang ditetapkan sekolah-sekolah swasta yang tidak sesuai dengan ketentuan yang ada. Di pihak lain, para siswa sekolah-sekolah swasta harus pula benar-benar memahami peraturan/ketentuan yang dikeluarkan sekolahnya agar tidak bermasaalah di belakang hari, seperti dialami Ayu. Sehingga, nantinya tidak ada lagi orangtua yang menjajakan ginjal untuk keperluan biaya pendidikan anaknya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar