Usaha Sugianto, seorang tukang jahit di Kalideres, Jakarta
Barat menjajakan ginjalnya beberapa hari di Bundaran HI, ternyata membawa hasil
juga. Ia menawarkan ginjalnya seharga 17 juta rupiah untuk menebus dua ijazah
anaknya, 7 juta rupiah untuk SMP dan 10 juta rupiah untuk SMA. Menariknya lagi,
ijazah-ijazah dimaksud akan segera diperoleh tanpa Sugianto memberikan
ginjalnya. Semuanya terjadi berkat kebaikan seorang dermawan yang tersentuh
atas kenekatan Sugianto. Dan dermawan itu adalah M. Nuh, Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan. Setelah memanggil Sugianto ke kantornya dan mendapat penjelasan,
Pak Menteri menyatakan akan menebus ijazah-ijazah dimaksud, atas nama anak
perempuan Sugianto, Ayu Ardianingtiyas, 19 tahun, santriwati Pesantren
Al-Ashriyyah Nurul Iman, Parung, Bogor. Selain menebus ijazah, Menteri Nuh juga
menjanjikan beasiswa untuk Ayu melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi.
Pertanyaannya, mengapa biaya untuk menebus ijazah SMP dan
SMA begitu besar? Apa tarif tersebut berlaku untuk seluruh santri/santriwati
Pesantren Al-Ashriyyah? Pihak Pesantren Al-Ashriyyah menjelaskan, uang sebesar
itu adalah denda karena Ayu melanggar aturan. Rupanya Ayu sebelumnya lari dari
sekolahnya itu dengan alas an tertekan. Tidak dijelaskan tertekan karena apa.
Karena meninggalkan sekolah sebelum waktu yang ditentukan, Ayu dikenakan denda
sejumlah uang tersebut. Pihak Pesantren menjelaskan, santri/santriwati yang
menyelesaikan pendidikannya tanpa masalah yaitu lulus dan mengabdi dua tahun,
semua biaya gratis. Angka 17 juta rupiah adalah biaya pendidikan selama 6 tahun
di SMP dan SMA.
Bantuan dari Menteri Nuh utnuk Ayu sangat simpatik. Namun
perlu juga diselidiki kebijakan pesantren yang memberlakukan aturan sanksi
seperti itu. Apa sudah sesuai dengan UU Pendidikan atau Peraturan yang ditetapkan
pemerintah untuk sekolah-sekolah swasta? Kita hanya khawatir jangan-jangan ada
lagi biaya tinggi yang ditetapkan sekolah-sekolah swasta yang tidak sesuai
dengan ketentuan yang ada. Di pihak lain, para siswa sekolah-sekolah swasta
harus pula benar-benar memahami peraturan/ketentuan yang dikeluarkan sekolahnya
agar tidak bermasaalah di belakang hari, seperti dialami Ayu. Sehingga,
nantinya tidak ada lagi orangtua yang menjajakan ginjal untuk keperluan biaya
pendidikan anaknya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar