Jumat, 06 April 2012

Koalisi Ala Indonesia


Sikap Partai Keadilan Sejahtera –PKS- yang menolak keputusan pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi per 1 April 2012 dinilai partai-partai koalisi pendukung pemerintah sebagai pelanggaran, karena itu sesuai dengan kontrak politik yang ditandatangani sebelumnya, yang melanggar keluar dari keangotaan koalisi. Pengertian seperti itulah yang dimiliki lima pimpinan partai koalisi dalam pertemuan di Cikeas pada 3 April malam. Media massa pun punya pengertian sama, sehingga muncullah berita bahwa ‘PKS Keluar Formasi Koalisi Disusun Lagi’.Menyusul kemudian berita spekulatif bertajuk ‘Presiden Segera Umumkan Reshuffle’. Sebaliknya PKS menunggu penjelasan langsung dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, apa masih berada dalam koalisi atau sebaliknya. Ini menunjukkan perbedaan persepsi dalam menilai pelanggaran dan mekanisme yang digunakan jika pecah kongsi. Malah PKS merasa menyelamatkan pemerintah karena membatalkan kenaikkan harga BBM bersubsidi per 1 April 2012. “Bayangkan, kalau kenaikkan harga BBM bersubsidi per 1 April 2012 terjadi juga, gelombang unjukrasa menentang kebijakan pemerintah semakin meningkat ,” kata Wakil Sekjen PKS Mahfudz Siddiq.
Keberadaan partai-partai koalisi, lazimnya terjadi dalam sistem pemerintahan parlementer. Partai pemenang pemilu di bawah perolehan suara 50% tidak dapat membentuk pemerintahan, karena itu mengajak partai-partai lain sealiran untuk bergabung. Kelompok koalisi ini mendukung pemerintah di DPR dan menempatkan wakilnya di kabinet. Pecah kongsi biasanya terjadi jika anggota koalisi yang duduk di kabinet tidak setuju dengan suatu kebijakan pemerintah. Anggota kabinet bersangkutan menyatakan mengundurkan diri dan partainya tidak lagi mendukung pemerintah di DPR.
Di Indonesia sekarang ini, keberadaan koalisi bukanlah  untuk memenuhi syarat bagi pembentukan pemerintahan, melainkan mengamankan dukungan DPR terhadap kebijakan pemerintah. Keputusan pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi per 1 April 2012, merupakan hasil rapat kabinet. Tidak ada anggota kabinet yang menyatakan tidak setuju atas rencana tersebut. Persetujuan dinyatakan kembali oleh pimpinan PKS dalam rapat Sekretariat Gabungan Koalisi dipimpin ketuanya Susilo Bambang Yudhoyon pada 14 Maret 2012 di Cikeas. Namun Mahfudz Siddiq mengatakan rapat tersebut tidak menghasilkan sikap politik koalisi.
Jadi jelas adanya perbedaan pendapat antara kader PKS yang berada di DPR dengan yang di luar DPR. Hal sama juga terjadi dengan Partai Golkar. Sekjennya Idrus Maham dengan tegas menyatakan partainya menolak kenaikkan harga BBM bersubsidi per 1 April 2012. Pengertian ‘menolak’ di sini tentulah tanpa syarat. Tapi kader Partai Golkar di DPR memilih opsi ‘menolak bersyarat’ yaitu menolak menaikkannya per 1 April 2012 namun membenarkan kenaikkan dengan syarat-syarat tertentu. Partai Golkar terselamatkan karena ‘mendukung’ kenaikkan harga BBM bersubsidi itu dengan menunda pelaksanaannya.
Ke depan, keberadaan koalisi harus ditegaskan lagi dengan rincian lebih jelas, sehingga tidak terjadi lagi perbedaan persepsi seperti sekarang ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar