Senin, 27 Februari 2012

Menggunakan Kesempatan dalam Kesempitan


Ada ungkapan lama berbunyi ‘Menggunakan Kesempatan Dalam Kesempitan’, merupakan sikap mental sebagian orang Indonesia untuk mendapat untung. Contoh sederhana, ketika sebuah mobil terjebak banjir di Jl. Thamrin Jakarta, beberapa anak muda mendorong mobil itu ke tempat yang kering. Sebagai tanda terima kasih pengendara mobil menyerahkan sejumlah uang. Seharusnya kalau memang benar-benar mau menolong, uang itu tidak usah diterima. Kalau pun diterima, wajar-wajar saja. Yang tidak wajar adalah meminta tambahan karena jumlahnya dinilai kurang. Apalagi jika anak-anak muda yang ‘menolong’ tadi berucap, “Masa segini?” Contoh lainnya, seorang tukang dimintai bantuan oleh orang yang dikenalnya membetulkan atap rumah yang bocor. Setelah memeriksa, si tukang sudah tahu berapa material yang harus dibeli dan berapa upah wajar yang berlaku setempat. Misalkan upahnya hanya 500 ribu rupiah dan materialnya juga bernilai sama. Dengan pikiran bahwa yang mau dibetulkan atap rumahnya tidak tahu berapa upah yang standar dan berapa pula materal yang diperlukan, si tukang menaikkan harga tiga kali lipat. Tidak ada penipuan karena yang diajukan tukang tadi adalah penawaran. Yang punya rumah tidak menawar lagi karena percaya si tukang tentu mengajukan angka yang wajar. Dalam hal ini si tukang memanfaatkan ketidaktahuan pemilik rumah yang sangat memerlukan pertolongan. Andai saja tukang tadi memahami sedikit Islam yang menganjurkan tiap orang untuk menolong yang sedang susah atau sempit, tentu ia tidak akan menaikkan harga tiga kali lipat. Akan sangat terpuji jika ia mengurangi upah atau setidak-tidaknya tidak menaikkan harga yang membuat orang lain ‘sudah jatuh dihimpit tangga’.
Menggunakan kesempatan dalam kesempitan ternyata dilakukan oleh orang-orang yang hidupnya jauh lebih baik daripada rakyat banyak. Inilah yang terjadi dalam pembangunan Wisma Atlet di Palembang yang sekarang heboh dan pelaku-pelakunya dihadapkan ke Meja Hijau. Jumlahnya tidak sedikit, merugikan negara milyaran rupiah. Pemborong yang memenangkan lelang untuk pembangunan Wisma Atlet itu memberikan ‘uang terima kasih’ kepada orang-orang terkait. Uang yang diberikan pemborong itu bukanlah dari keuntungan yang diterima, sebab mana ada orang yang mau rugi. Artinya jumlah dana yang disepakati, sudah termasuk keperluan sejumlah orang sebagai tanda terima kasih itu. Ini juga termasuk sikap menggunakan kesempatan dalam kesempitan. Sebab  mengeluarkan dana untuk pembangunan Wisma Atlet itu, keadaan keuangan negara tidaklah berlebih atau lapang. Buktinya, negara masih berhutang yang nilanya sama dengan anggaran setahun!

Agar terhindar dari orang-orang yang suka menggunakan kesempatan dalam kesempitan, diperlukan kewaspadaan dan ketelitian semua pihak baik secara instansi mau pun pribadi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar