Sabtu, 18 Februari 2012

Silaturahmi Tokoh Bangsa ke 3



Sekelompok cerdik pandai yang disebut sebagai ‘Tokoh Bangsa’ kembali menggelar silaturahmi, kali ini yang ke 3, dalam bulan Januari 2012 di Jakarta. Mereka adalah para mantan Wapres, Menteri, Ketua MK, petinggi sebuah partai baru dan fasilitator Ketua PP Muhammadiyah. Kesempatan digunakan untuk membahas problematik bangsa dan solusinya.

Sampai dengan berakhirnya kegiatan tersebut, tidak ada penjelasan problematik bangsa apa saja yang diperbincangkan, begitu juga solusinya. Sebuah koran yang terbit di Jakarta menulis benang merah silaturahmi tersebut dengan kalimat-kalimat, “Banyaknya persoalan di Indonesia antara lain disebabkan ketidakmampuan pemerintah melihat realitas yang terjadi di masyarakat. Masalah cenderung dibiarkan karena mereka memang tak berdaya menyelesaikannya.”

Menarik pendapat mantan Wapres Jusuf Kalla bahwa setiap negara punya masalah. Namun untuk Indonesia, ketidakberdayaan menyelesaikan masalah menjadi momok. “Kita tahu semua masalah dan tahu solusinya, tapi ada pembiaran.”

Ada lagi pendapat yang membahas permasalahan bangsa, datang dari Ketua Dewan Pakar Partai Nasdem, Hary Tanoesoedibjo. Ia berucap, “Permasalahan bangsa juga disebabkan faktor leadership yang kurang solid. Untuk itu diperlukan perubahan dan momentum saat ini sudah tepat untuk berubah.”
Beberapa kesimpulan yang dapat diambil dari pendapat para pembicara dalam Silaturahmi Tokoh Bangsa itu, sebagai berikut.

Pertama, pemerintah membiarkan banyak masalah terjadi karena tidak mampu menyelesaikannya. Kedua, timbulnya berbagai masalah itu akibat kepemimpinan yang kurang solid. Dalam hubungan ini perlu adanya perubahan dan momentumnya saat ini sudah tepat.

Sayangnya tidak ada contoh soal tentang masalah yang dibiarkan itu, sehingga ada kesan bahwa pemerintah tidak berbuat apa-apa ketika rakyat menghadapi kesulitan. Lantas siapa yang bertindak ketika terjadi bencana alam, gangguan keamanan, tawuran antar penduduk dan sengketa lahan? Bahwa dalam setiap kejadian itu terjadi ekses atau hasilnya tidak memuaskan, ini hal yang wajar saja. Peningkatan cara-cara menangani berbagai masalah itu agar memuaskan semua pihak, itulah yang harus selalu dilakukan. Baik aparat pemerintah maupun masyarakat yang menuntut keadilan harus sama-sama menaati peraturan dan tidak memaksakan kehendak. Ketika peraturan itu dilanggar, terjadilah masalah baru.

Adapun pendapat bahwa momentumnya saat ini sudah tepat untuk berubah, menimbulkan pertanyaan, bagaimana caranya? Apa itu berarti pemerintahan yang sekarang disuruh lengser dan diganti dengan pemerintahan baru? Siapa menjamin, sebuah pemerintahan baru mampu mengubah nasib rakyat? Lihat saja keadaan setelah lengsernya rezim orde baru. Pemerintahan-pemerintahan yang menggantikannya belum mampu mensejahterakan rakyat seluruhnya. Yang sejahtera baru sebagian saja, termasuk wakil-wakil rakyat yang terhormat itu.

Yang diperlukan bangsa Indonesia bukan sekedar wacana, yang menempatkan para penggagas seolah-olah lebih pintar daripada mereka yang sedang berkuasa sekarang. Perlu ada konsep yang jelas tentang cara-cara menyelesaikan pelbagai problematik bangsa, sekaligus koreksi terhadap tindakan pemerintah yang dinilai keliru selama ini.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar