Senin, 10 Februari 2014


Singapura Keberatan Atas Penamaan KRI Usman Harun

Singapura keberatan atas penamaan kapal perang baru Indonesia yaitu KRI Usman Harun. Alasannya dengan memberi nama seperti itu, melukai hati keluarga korban peristiwa pemboman di negeri itu dalam masa konfrontasi Malaysia tahun 1963. Kedua anggota marinir (dulu KKO) itu dituduh membom sebuah gedung di pusat keramaian Singapura, mengakibatkan sejumlah korban luka-luka. Pengadilan Singapura menjatuhkan vonis hukuman mati dengan cara digantung untuk Usman dan Harun, dilaksanakan pada tahun 1968. Jenazah Usman dan Harun dimakamkan di TMP Kalibata dengan upacara militer. Bagi Indonesia, Usman dan Harun adalah pahlawan karena melaksanakan tugas negara. Sedangkan bagi Singapura kedua pahlawan itu dianggap teroris biasa yang harus dihukum sesuai UU negeri itu.

Sejak ditangkapnya Usman dan Harun, pemerintah Indonesia terus berusaha meminta Singapura meringankan hukumannya. Apalagi konfrontasi telah berakhir dan kedua pahlawan hanyalah pelaksana politik konfrontasi itu. Namun Singapura tetap saja melaksanakan hukuman mati terhadap Usman dan Harun. Ada analisa yang berkembang waktu itu, Singapura sengaja menghukum mati Usman dan Harun untuk memancing kemarahan Indonesia. Kalau Indonesia marah, lantas menyerbu Singapura, ada alas an untuk meminta tentara Inggeris tetap berada di negeri pulau itu. Sebab, masa tugas tentara Inggeris sudah akan berakhir. Keberadaan tentara Inggeris sangat berarti bagi Singapura untuk kepentingan ekonomi.

Keberatan Singapura telah dijawab oleh pemerintah Indonesia, bahwa penamaan sebuah kapal perang adalah hak sebuah negara berdaulat. Jadi keberatan Singapura adalah bentuk campur tangan. Lebih jauh karena keinginan membatalkan penamaan KRI Usman Harun tidak dilakukan Indonesia, Singapura mengambil tindakan tidak simpatik berupa pembatalan secara sepihak kunjungan para petinggi Kementerian Pertahanan Indonesia ke negeri itu pada 11 dan 12 Pebruari 2014. Kita tidak ingin bermusuhan dengan Singapura. Tapi kalau petinggi negeri itu mulai mengambil langkah-langkah tidak bersahabat, kita juga harus melakukan hal sama.

Dalam pada itu perlu juga kita mawas diri untuk tidak terlalu mendewa-dewakan negeri jiran itu, seperti berbelanja dan berobat. Gubernur Banten, Ratu Atut misalnya, konon selalu berbelanja di Singapura. Tokoh-tokoh di repubik ini seperti Ali Sadikin dan Ali Alatas  berobat di Singapura. Toh meninggal juga. Kalau seandainya nanti Singapura mengambil langkah-langkah diplomatik, kita juga harus melakukan yang seimbang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar