Singapura Keberatan Atas Penamaan KRI Usman Harun
Singapura keberatan atas penamaan kapal perang baru
Indonesia yaitu KRI Usman Harun. Alasannya dengan memberi nama seperti itu,
melukai hati keluarga korban peristiwa pemboman di negeri itu dalam masa
konfrontasi Malaysia tahun 1963. Kedua anggota marinir (dulu KKO) itu dituduh
membom sebuah gedung di pusat keramaian Singapura, mengakibatkan sejumlah
korban luka-luka. Pengadilan Singapura menjatuhkan vonis hukuman mati dengan
cara digantung untuk Usman dan Harun, dilaksanakan pada tahun 1968. Jenazah
Usman dan Harun dimakamkan di TMP Kalibata dengan upacara militer. Bagi
Indonesia, Usman dan Harun adalah pahlawan karena melaksanakan tugas negara.
Sedangkan bagi Singapura kedua pahlawan itu dianggap teroris biasa yang harus
dihukum sesuai UU negeri itu.
Sejak ditangkapnya Usman dan Harun, pemerintah Indonesia
terus berusaha meminta Singapura meringankan hukumannya. Apalagi konfrontasi
telah berakhir dan kedua pahlawan hanyalah pelaksana politik konfrontasi itu.
Namun Singapura tetap saja melaksanakan hukuman mati terhadap Usman dan Harun.
Ada analisa yang berkembang waktu itu, Singapura sengaja menghukum mati Usman
dan Harun untuk memancing kemarahan Indonesia. Kalau Indonesia marah, lantas
menyerbu Singapura, ada alas an untuk meminta tentara Inggeris tetap berada di
negeri pulau itu. Sebab, masa tugas tentara Inggeris sudah akan berakhir.
Keberadaan tentara Inggeris sangat berarti bagi Singapura untuk kepentingan
ekonomi.
Keberatan Singapura telah dijawab oleh pemerintah Indonesia,
bahwa penamaan sebuah kapal perang adalah hak sebuah negara berdaulat. Jadi
keberatan Singapura adalah bentuk campur tangan. Lebih jauh karena keinginan
membatalkan penamaan KRI Usman Harun tidak dilakukan Indonesia, Singapura
mengambil tindakan tidak simpatik berupa pembatalan secara sepihak kunjungan
para petinggi Kementerian Pertahanan Indonesia ke negeri itu pada 11 dan 12
Pebruari 2014. Kita tidak ingin bermusuhan dengan Singapura. Tapi kalau
petinggi negeri itu mulai mengambil langkah-langkah tidak bersahabat, kita juga
harus melakukan hal sama.
Dalam pada itu perlu juga kita mawas diri untuk tidak
terlalu mendewa-dewakan negeri jiran itu, seperti berbelanja dan berobat.
Gubernur Banten, Ratu Atut misalnya, konon selalu berbelanja di Singapura. Tokoh-tokoh
di repubik ini seperti Ali Sadikin dan Ali Alatas berobat di Singapura. Toh meninggal juga.
Kalau seandainya nanti Singapura mengambil langkah-langkah diplomatik, kita
juga harus melakukan yang seimbang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar