Minggu, 23 Februari 2014

Apel Siaga Perubahan Partai Nasdem


 

Partai Nasdem peserta pemilu 2014 nomor urut 1 pada Minggu, 23 Pebruari 2014 menyelenggarakan ‘Apel Siaga Perubahan’ diikuti 150 ribu anggotanya bertempat di Stadion Utama, Senayan, Jakarta. Dalam kesempatan tersebut, Ketua Umum Partai Nasdem, Surya Paloh, dengan semangat menyala-nyala menyatakan tekad untuk merubah keadaan, sehingga rakyat Indonesia memiliki kesejahteraan yang merata. “Untuk itu Partai Nasdem menargetkan masuk 3 besar pemenang pemilu 2014.”   Surya Paloh juga mengeritik pelbagai ketimpangan yang terjadi selama ini, membuat puluhan juta rakyat masih hidup miskin.

Kegiatan yang merupakan ‘unjuk kekuatan’ (show of force) itu, menurut Sekjen Partai Nasdem, Patrice Rio Capella, untuk menunjukkan bahwa sebagai partai baru, Nasdem sudah memiliki struktur organisasi yang  teratur, kader-kader yang solid dan siap memenangkan pemilu 2014. Perihal hasil survey Lingkaran Survey Indonesia (LSI) yang dikeluarkan 2Pebruari lalu bahwa Nasdem akan menjadi partai gurem karena tidak akan lolos ‘parliamentary threshold ’ Rio menyatakan, “Santai saja. Kenyataan di lapangan tidak seperti itu.” Hasil survey LSI itu lucu-lucuan saja. Ia menyarankan LSI berhenti mengadakan survey sebab akan menjadi tertawaan saja.

Pengerahan massa besar-besaran seperti dilakukan Partai Nasdem itu mengingatkan kita pada suasana zaman orla. Pelbagai kekuatan sospol waktu itu silih berganti menggunakan stadion utama untuk menunjukkan bahwa kelompok mereka punya massa yang besar. Para tokoh yang tampil dalam kesempatan seperti itu menawarkan pelbagai kiat untuk memperbaiki keadaan Indonesia. Pidato-pidato yang menggelegar dan atraksi-atraksi yang menarik memang mampu mengundang massa untk datang. Tapi, seperti terbukti dalam sejarah, keadaan Indonesia tidak menjadi lebh baik. Tokoh proklamator Bung Hatta tahun 1960 menyataka keadaan Indonesia hampir bangkrut. Keadaan Indonesia berubah menjadi lebih baik setelah rezim orba tampil dengan menggunakan para teknokrat memperbaiki keadaan di semua bidang. Kalau kemudian keadaan memburuk lagi pada tahun 1998, penyebabnya karena sistem  tidak berjalan sebagaimana mestinya. Prinsip ‘the right man on the right place’ dilanggar dan KKN merajalela.

Yang diperlukan sekarang adalah konsep pembangunan yang dapat dilaksanakan {bukan sebatas wacana) sambil menempatkan ‘orang yang tepat pada tempat yang tepat’ pula. Inilah yang menjadi tantangan semua partai yang ada untuk mempersiapkan kader-kadernya mengubah keadaan Indoesia.   

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar