Kamis, 15 Maret 2012

Mempertanyakan Pembentukan Satgas Antipornografi


Lagi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono membentuk satuan tugas (satgas), kali ini tentang antipornografi melalui Penpres No. 25 Tahun 2012. Banyak kalangan mempertanyakan, apa keadaan pornografi di Indonesia sebegitu gawatnya, sampai perlu dibentuk sebuah satgas untuk menanggulanginya. Wakil Ketua DPR Pramono Anung menyebutnya sebagai pemborosan aturan dan kurang diperlukan. Ia menilai, masalah utama negeri ini adalah korupsi. Dalam hubungan ini Presiden seharusnya mencari jalan bagaimana memberantas korupsi, bukan mendahulukan masalah pornografi. Undang-undang tentang Pornografi yang ada sekarang sebetulnya sudah cukup. “Itu saja belum dilaksanakan dengan baik,” ujar Pramono.
Satgas baru ini diketuai Menko Kesra Agung Laksono dengan Menteri Agama Suryadharma Ali sebagai Ketua Harian dan anggota antara lain Menkominfo T. Sembiring. Dengan memberi tugas khusus kepada para anggota kabinet, proses penyelesaian masalah pun menjadi panjang. Jika polisi menemukan bukti pelanggaran  berupa kegiatan pornografi baik melalui media cetak, elektronik atau jejaring sosial, apa harus dilapor dulu kepada satgas, baru kemudian bertindak? Padahal, selama ini penegak hukum telah bekerja dengan baik menyelesaikan masalah pornografi. Contohnya, video porno yang melibatkan seorang musisi dan dua presenter wanita telah diselesaikan melalui pengadilan. Yang bersalah telah dihukum. Pertanyaannya, apa ada kasus pornografi yang tak tertanggulangi oleh polisi, sehingga memerlukan dukungan sebuah satgas? Masalah-masalah apa saja yang dihadapi polisi yang menghambat pelaksanaan tugas mereka dalam memberantas pelanggaran di bidang pornografi?
Yang diperlukan sekarang adalah upaya memperkuat lembaga kepolisian dan kejaksaan agar mampu bekerja profesional. Kedua lembaga penegak hukum ini harusnya risau dengan begitu banyaknya lembaga tambahan dalam bentuk komisi-komisi yang menggandeng pekerjaan mereka. Kedua lembaga harus melecut diri, dapat dipercaya menyelesaikan  masalah-masalah sepelik apa pun.
Perlu pula dilakukan evaluasi terhadap UU tentang Pornografi, apa masih belum lengkap menjamin terselesaikannya masalah pornografi. Ketua Badan Eksekutif Nasional Solidaritas Perempuan, Risma Umar, misalnya berpendapat bahwa  UU tentang Pornografi  dipermasalahkan  masyarakat karena masih mendiskriminasi perempuan.
Bagaimana pun Satgas Antipornografi sudah  dibentuk. Tidak mungkin pula Presiden membatalkan  keberadaan satgas baru ini. Masyarakat menunggu, apa satgas ini mampu memperlancar upaya pemberantasan pornografi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar