Sabtu, 17 Maret 2012

Unjukrasa Anti Kenaikan Harga BBM Makin Marak.


Pelaksanaan kenaikan harga BBM masih dua minggu lagi, namun unjukrasa menentang kebijakan tersebut makin marak di berbagai tempat di Tanah Air. Di Cikini Raya, Jakarta, massa dari HMI memblokir  SBPU sambil mencoret-coret dinding dengan tulisan berbunyi, ‘Tolak Kenaikan Harga BBM’. Di Denpasar, Bali, para pengunjuk rasa menggelar aksi teatrikal dengan menampilkan seorang mahasiswa sebagai ‘SBY’. Walau pun harga bensin mahal, mereka menyiram ‘SBY’ dengan bensin sebagai tanda kecewa. Sedangkan di Karawang, Jawa Barat, massa PMII menyandera mobil truk bermuatan gas elpiji, sebagai simbol penolakan kenaikan harga BBM.
Alasan para pengunjuk rasa menolak kenaikan harga BBM, benar adanya. Kenaikan harga BBM akan memicu kenaikan harga-harga kebutuhan hidup sehari-hari. Sekarang saja harga-harga sembako sudah merangkak naik sebelum harga BBM naik. Kenaikan harga-harga kebutuhan hidup sehari-hari itu, akan membuat sebagian besar rakyat, khususnya yang berpenghasilan rendah, akan  menderita.
Pemerintah pun menyadari dampak kenaikan harga BBM itu, sehingga menyediakan sejumlah dana  yang dinilai cukup untuk membantu biaya hidup masyarakat berpenghasilan rendah. Masalahnya , ukuran yang digunakan untuk memberi bantuan biaya hidup itu, apa sudah sesuai dengan kenyataan di lapangan? Apakah masyarakat berpenghasilan lebih tinggi dari standar yang ditentukan pemerintah bebas dari kesulitan membiayai hidup sehari-hari?
Pemerintah sudah berketetapan hati untuk menaikkan harga BBM agar tidak terlalu membebani APBN. Di lain pihak, para pengunjuk rasa berkeyakinan kenaikan harga BBM akan semakin menyengsarakan  sebagian besar rakyat. Dalam pada itu kaum cerdik pandai yang menjadi nara sumber perbincangan soal kenaikan harga BBM banyak pula yang menentang kebijakan pemerintah menaikkan harga BBM. Sayangnya mereka tidak memberikan solusi, apa seharusnya yang dilakukan pemerintah jika tidak menaikkan harga BBM. Dewan Perwakilan Daerah yang merasa urusan kenaikan harga BBM masuk dalam  tugas pengawasan mereka, ketika menolak kenaikan harga BBM hanya menganjurkan pemerintah menyiapkan pengganti BBM dengan mengembangkan energi alternatif seperti tenaga angin, surya, biofuel dan lainnya. Pengembangan tenaga alternatif itu tentu tidak mungkin berhasil dalam waktu singkat, sementara BBM masih sangat diperlukan. Ketika harga minyak dunia membumbung tinggi, tidakkah harga BBM dalam negeri ikut menyesuaikan diri? Masalah utamanya adalah mengatasi dampak kenaikan harga BBM itu agar tidak terlalu membebani rakyat banyak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar